Sunday, February 22, 2009

bapak sama ibukmu mana nduk ?

Waktu itu jam di hape saya sudah menunjukkan 00.13 artinya sudah 13 menit lewat pergantian hari yang arti lainnya sudah dini hari. Waktu itu, saya baru keluar salah satu gedung di kawasan MH Thamrin, tempat biasa saya menghabiskan budget hiburan saya untuk sekedar nonton bioskop. Jalanan diluar masih becek, karena memang baru saja hujan mengguyur. Namun Jakarta is Jakarta, seolah tak pernah tidur, kota ini masih berdenyut dengan sorotan lampu mobil dan gemerlapnya lampu jalanan dan gedung-gedung yang seolah enggan untuk tertidur.

Saat melangkah keluar gedung, pandangan saya tertuju pada segerombolan anak kecil usia kira-kira 10 tahunan atau mungkin lebih muda dari itu yang berlarian mendekati orang-orang yang keluar gedung bersamaan dengan saya. Sambil berlarian dan masih nampak bekas-bekas air dipakaian mereka tanda mereka baru saja hujan-hujanan, mereka menadahkan tangan dan meminta belas kasihan orang-orang yang baru keluar gedung tadi. Beberapa ada yang memberikan uang ala kadarnya, beberapa ada yang memberikan sapaan halus walau tanpa memberikan apa-apa, dan sisanya acuh tak acuh menganggap seolah anak-anak tadi hanya tetesan hujan yang tidak ada nilainya dan saya adalah salah satunya.

Namun pikiran saya melayang, kemana orang tua mereka, saat ini adalah bukan waktu yang tepat untuk bermain, saat ini adalah saat dimana mereka tertidur pulas dibawah balutan selimut hangat untuk mempersiapkan diri menuntut ilmu di siang harinya. Bahkan bagi orang dewasa pun begadang hingga tengah malam bukan suatu hal yang dianjurkan, apalagi bagi anak-anak yang masih kategori dibawah umur.

Anggaplah para orang tua mereka adalah orang tua yang biadab, tak bermoral, durhaka, atau apa saja lah. Saya rasa tidak ada kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan betapa hinanya orang tua yang tega membiarkan anak amanah Tuhan tadi berkeliaran untuk meminta-minta apapun alasannya. Tak sepantasnya keadaan ekonomi mengharuskan mereka jadi peminta-minta apalagi ditengah malam begini. Namun, mereka pasti punya seribu satu alasan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan.

Kalau yang rajin baca undang-undang dasar, disana disebutkan bahwa anak-anak terlantar mendapat perlindungan negara. Lantas bagaimana dengan nasib anak-anak ini ? mereka berada tak jauh dari istana, bahkan di lapangan monas depan istana pun begitu banyak anak-anak tanpa perlindungan berkeliaran meminta-minta.

Memang sangat benar, bahwa urusan Presiden bukan hanya sekelumit hal diseputaran istana, jadi wajar kalau mungkin para aparat negara ini tidak tahu kalau ada yang perlu perlindungan didepan mata mereka. Tapi apa yang berada di ujung negeri ini sudah menjadi perhatian dan mendapatkan perlindungan yang nyata ?

Bahkan dimusim kampanye jelang Pemilu Legislatif-pun belum saya lihat ada partai yang merangkul mereka, mengangkat harkat hidupnya, memberikan sedikit bekal untuk meringankan bebannya (semoga ini hanya pemikiran saya). Mungkin karena mereka pasti tidak punya hak pilih karena pastinya mereka tidak punya tempat tinggal tetap sehingga tidak akan menaikkan perolehan suara. Mereka lebih memilih menghabiskan milyaran untuk saling menghina dan menjatuhkan lawan politik mereka di media cetak dan elektronik. Lebih memilih menuliskan kegagalan pemerintahan sekarang pada jutaan pamflet. Lebih memilih menyiarkan beragam keberhasilan di televisi.

Saya percaya tidak akan ada suatu kondisi negara yang sempurna dimana semua anak bisa memperoleh hak-nya dengan layak, tapi yha setidaknya-lah hal yang kecil ini bisa menjadi bahan renungan kita bagaimana negara ini dikelola, bagaimana negara ini memperlakukan kaum yang terpinggirkan dan hampir tergilas jaman.

Oia, manusia gerobak yang biasa mangkal di perempatan jalan sabang sekarang pindah kemana yha ? sudah 2 ahri saya nggak melihat mereka ... apa sekarang sudah punya tempat tinggal yang layak ya ? semoga ... karena kasian bayi merah mereka yang harus berjuang melawan dinginnya malam dipinggir jalan ...

Tulisan sosok manusia yang belum bisa berbuat banyak ...

3 comments:

Pinkina said...

:D aku sudah berhenti jadi kelelawar, sudah lama gak mengamati hal2 seperti itu, padahal dulu itu sudah menjadi pemandangan sehari2

wahyukurnianto said...

@pinkina

tapi hal itu masih ada dan parahnya kita nggak bisa berbuat banyak selain hanya melihat dan melihat ...

Anonymous said...

sepertinya pertanyaan "kemana orang tua mereka?" sudah terlalu retoris. pertanyaan saya: "kemana kak seto?"
sibuk ngurus al el dul? sibuk ngurus ponari? sibuk ngurus istrinya syeh puji? atau sudah retoris juga?