Sunday, March 29, 2009

teladan sang mantan kapolri

Sesuai dengan jadwal tiap Jumat malem atau Minggu siang, channel televisi yang saya kuasai harus berada di channel no 18, Metro TV. Yang sedang dibahas untuk edisi minggu ini adalah seorang mantan Kapolri yang menjabat dari 1968 hingga 1971 yaitu Pak Hoegeng

Pastinya generasi sekarang semacam saya ini nggak banyak kenal dengan yang namanya Pak Hoegeng ini. Denger nama hoegeng ajah nggak pernah, apalagi tau seluk beluk kehidupannya. Nama beliau memang kalah pamor kalau dibandingkan dengan Ahma* D*ani sama De*i P*rsik yang banci tampil di infotainment ...

Ada yang menarik dari sisi kehidupan Pak Hoegeng ini. Pertama, saat beliau sebagai seorang Kapolri, beliau masih mau naik sepeda untuk berpatroli atau melakukan penyamaran. Bahkan ketika beliau mengantarkan putrinya ke sekolah dan terjebak kemacetan, beliau dengan senang hati membantu mengatur lalu lintas untuk mengurai kemacetan yang terjadi. Kayaknya teladan semacam ini sudah jarang sekali ditemui. Kedua, beliau tidak pernah mau menerima pemberian dalam bentuk apapun selain memang hak yang diberikan oleh negara. Bahkan sampai pensiun-pun beliau belum memiliki rumah dan mobil. Kapolri kok sampe nggak bisa beli rumah sama mobil itu yha gimana menurut saya ... lha wong kapolsek di deket rumah saya ajah udah punya rumah gedong sama mobil keluaran terbaru ... Saya nggak bilang kapolsek yang saya maksud nggak jujur atau gimana, karena bisa jadi kesejahteraan polisi sekarang udah jauh lebih baik dibandingkan dengan polisi jaman dulu ... amin ..

Ketertarikan saya mengarah pada kesederhanaan dan kejujuran Pak Hoegeng. Hal ini mengingatkan saya kepada sosok yang telah mengalirkan darahnya kedalam tubuh saya. Beliau adalah kakek saya terhormat.

Kakek saya hingga masa pensiunnya tidak memiliki rumah ataupun barang mewah lain seperti mobil atau semacamnya. Padahal beliau adalah pensiunan camat. Awalnya saya merasa ada yang salah dengan pengaturan keuangan kakek saya. Apalagi setelah beliau pensiun, beliau masih memiliki tanggungan anak yang akan melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah tanpa ada tabungan pendidikan. Namun setelah saya coba menelaah kembali kehidupan beliau, disitulah saya menemukan adanya sebuah pencerahan. Kalaupun ada yang salah dengan pengaturan keuangan misalnya terlalu boros dalam membelanjakan uang, maka harusnya saya melihat beragam barang-barang hasil pemborosan tadi. Kakek saya pun bukan seorang pecandu judi yang rela menghabiskan uang belanja di meja judi.

Dari informasi akurat yang saya dapatkan, memang kesejahteraan pejabat pemerintah saat ini dan masa lalu jauh berbeda. Kesejahteraan pegawai negeri saat ini memang sudah jauh lebih baik. Untuk orang-orang yang 'jujur' semacam kakek saya ini, uang gaji bulanan yang diterima hanyalah cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anak. Dan kakek saya tergolong orang yang memprioritaskan pendidikan. Beliau sering berkata pada saya dan cucu-cucunya yang lain, bahwa beliau tidak bisa mewariskan harta benda apa apa karena memang nggak ada, beliau hanya bisa mewariskan ilmu, mewariskan pendidikan yang cukup kepada anak-anaknya.

Dari kesederhanaan tadi, ternyata menghasilkan sebuah hikmah yang luar biasa. Secara financial mungkin beliau tergolong pas-pasan, tapi dari sisi kesuksesan membentuk generasi penerus, beliau sangat luar biasa. Silakan datang ke rumah kakek saya saat acara kumpul keluarga, dan perhatikan sudah jadi apa saja anak-anak dan cucu-cucu beliau sekarang ...


*sebuah dedikasi dan ungkapan syukur yang tak terkira*

1 comment:

Pinkina said...

hehehe...aku juga liat yg profil pak Hoegeng ini, salut yha. orang kayak gitu dah langka dijaman skrg :)