Monday, August 20, 2007

antara badminton dan pawai budaya ...

Badan ini terasa remuk redam walau dalam rinai hujan, dalam gelap malam, juga dalam sedu sedan ... [halah ... kok jadi seperti itu ... berlebihan banget ... ] Cape de ... seribu satu rasa berpadu jadi satu dan gak karuan.

Rupanya saya terlalu bergembira dengan weekend kemaren. Secara saya jarang-jarang menemui sabtu atau minggu pagi di rumah. Jadinya kesempatan ini tidak akan dilewatkan begitu saja ... [hore ... libur tlah tiba ... libur tlah tiba ...]

Pagi dilalui dengan maen badminton dengan lapangan segede lapangan monas karena badminton yang melompat kesana kemari gak jelas secara gak ada yang bisa maen secara baik dan benar jadi ya ... gitu dey ...

Maen badminton biasanya pulang jam 8an, tapi kemaren dilanjut sampai sekitar jam 9.30. Jadi begitu saya pulang, orang-orang dah mulai banyak yang berdatangan ke Monas, bukan untuk olah raga, tapi untuk wisata monas, naik ke puncak monas.

Salah seorang teman bilang kalau sore itu akan ada karnaval. Pertama-tama seeh gak tertarik, tapi daripada bengong di rumah, sambil menahan rasa 'jarem' dan 'pegal' yang mulai terasa akhirnya pergilah saya ke monas.

Sampai di monas, ternyata pawainya dah mulai. Maka dengan kepedean saya, meluncurlah saya ke depan podium VVIP tempat tiap kontingen mengaktraksikan keunikan budaya-nya masing-masing.

Mari kita review beberapa budaya Indonesia ... yang ternyata mampu membuat saya memberikan stand applouse buat mereka ... [jarang-jarang saya mau memberikan tepuk tangan saya secara cuma-cuma ... selain kegembiraan saya dalam hal iseng ke teman-teman saya ... :p ]

Kalau dari sekitaran Sumatra lebih didominasi oleh kesenian melayu, dan Batak. Sayang sekali saya gak bisa nonton kesenian yang dari Aceh, padahal saya benar-benar menantikan kesenian dari daerah istimewa yang satu ini. Tapi jangan harap dominasi melayu dari sumatra tidak membawa suatu ciri khas dari setiap provinsinya, tiap daerah masih punya ciri khas yang bisa dibanggakan. Dari pakaian akan sangat terlihat mana yang dari Sumatera Barat, mana yang dari Riau. Dari gerak seni tari dan irama musik juga masih dapat ditebak dari mana tari dan musik ini berasal.

Kalau bicara kesenian yang paling beragam dan multi etnis, maka Kalimantan Barat lah pemenangnya. Mulai dari dayak, melayu, tionghoa semua berpadu dalam kesatuan harmoni yang indah. Walau beda budaya, tapi ketika dibunyikan irama musik yang sama keberagaman tadi larut dalam sebuah harmoni gerak yang indah. Tapi gerak tari dayaklah yang saya anggap paling mantap ... Jawa Timur juga beragam, namun keberagamannya masih made in Indonesia semua, tidak multi etnis yang GO Internasional kayak di Kalimantan Barat.

Dari daerah Sulawesi, Maluku, dan Papua terkenal dengan pakaian yang minim ... [parno bin porno neeh ... ] tapi sayang, yang berpakaian minim justru yang laki-laki dan kebanyakan melambangkan kejantanan lelaki Indonesia yang sedang berlaga di medan perang [baca=tari perang]. Gerakannya cukup unik, cukup variatif dan tiada duanya di belahan bumi manapun. Tapi untuk daerah bekas Kerajaan Islam, tidak ada pakaian minim. Kebudayaan asli telah berbaur dan disesuaikan dengan budaya Islam. Pakaian kebesaran adat sudah lebih tertutup dan rapi. Baik untuk laki-laki maupun wanita. Namun tetap meinggalkan suatu ciri khas yang membedakan antara pakaian dari Indonesia bagian Barat dan Indonesia bagian Timur.

Suatu kejutan ditampilkan oleh kontingen dari Jawa Tengah. Ternyata dari daerah Magelang terdapat suatu kesenian yang mirip dengan kesenian dari Papua. Dimana mereka mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu yang dirajut dengan beberapa hasil bumi jadi terlihat primitif. Gerakan tari yang merupakan perlambang syukur atas hasil bumi yang melimpah ini sama sekali tidak ada unsur budaya Papua atau Indonesia bagian Timur. Gerak tari jawa masih sangat terasa. Dan keunikannya lagi, para penari menggunakan tutup kepala yang dibuat dari hasil-hasil bumi yang dirajut mirip dengan tutup kepala suku indian. Gak mungkin banget kan kalau mereka mencontek dari suku Indian dari Benua Amerika sana ?? secara dahulu belum ada riwayat yang menyatakan ada kerjasama antara 2 golongan suku tadi [jawa dan indian]. Saya benar-benar tidak menyangka ada tarian yang 'agak primitif' tadi dari daerah Jawa.

Bali seperti biasa mengusung tarian barong bali lengkap dengan gadis bali yang menarikan mata-matanya sampai melotot. Cukup ramai sambutan untuk kontingan dari Bali. Paling meriah, paling ramai, paling banyak pesertanya. Kalau misal dikumpulkan di lapangan Monas, maka yang paling berkilau adalah kontingen dari Bali. Secara pakaian mereka di dominasi oleh warna emas danmerah ... pokoknya ... Bali meriah Euy ...

Dan dari kampung halaman saya, Jawa Timur menampilkan paduan apik antara seni reog Ponorogo, seni gandrung dari Banyuwangi, sama 'kucing garong' khas dangdutan dari daerah komunitas Madura. Sebenarnya bukan kucing garong siy ... cuma ada penari dengan gaya mirip penyanyi dangdut yang berlenggak-lenggok ala penari jawa di atas mobil hias. Pokonya gaya ala O.M Palapa yang sedang show lah ...

Kalau yang paling jago atraksi maka Jawa Barat lah pemenangnya. Jika chearleader cuma bisa melakukan formasi membentuk piramida manusia, maka kesenian sisingaan bisa membentuk piramida manusia sambil mengusung patung singa. Sayang, patung singanya gak di naiki sama anak-anak kecil. Karena aslinya patung singa tadi dinaiki oleh anak-anak. Btw ... tetep membuat saya sekali lagi berdecak kagum.

Semboyan Jakarta Untuk Semua rupanya cocok dengan DKI Jakarta. Bagaimana tidak ? lha wong orang Jakarta bisa memadukan banyak kebudayaan sekaligus. Misal baju pengantin Maramis adalah paduan dari arab (songkok, surban, baju jubah gamis), tiong hoa (warna dominan merah dan cadar ala cina bagi pengantin wanita), dan melayu (konde dan model kebaya yang dipakai). Sungguh perpaduan sempurna. Dan tidak hanya itu, seni musik tanjidor juga gak kalah seru. Paduan dari berbagai aliran musik dan paduan sempurna antara gamelan dan alat musik modern mampu menghadirkan sajian yang istimewa.

Itulah hebatnya Indonesia. Tidak perlu mengadaptasi dari luar dalam hal kebudayaan dan kesenian. Semua berasal dari Indonesia. Jika ada unsur asing, maka unsur tadi telah melebur dalam suatu kebudayaan yang masih memiliki ciri kekhasan daerah masing-masing. Sama sekali saya tidak melihat u nsur adaptasi dari budaya asing. Semua masih original kecuali beberapa penari yang berambut merah [pengen sok bule kalee yak ...]

Semoga pawai ini bisa jadi agenda rutin tahunan dan dipromosikan menjadi agenda wisata internasional. Saya yakin bule-bule yang liat pasti akan geleng-geleng gaya project pop kagum sama keberagaman dan keindahan budaya Indonesia. Kalau dikelola dengan baik, pawai budaya ini lebih menarik daripada karnaval yang rutin digelar di Rio de Janerio Brazil.

Salam buat Pak Menteri Kebudayaan ... kalau ada acara semacam ini, promosinya yang gencar pak ... dan pastikan diliput dan disiarkan langsung oleh semua stasiun TV ... bangkitkan semangat nasionalisme melalui budaya ...

No comments: