Sunday, September 9, 2007

malaysia oh malaysia ...

Huuupppfff ....

Akhirnya saya bisa mengupdate blog saya ini. Setelah hampir seminggu saya benar-benar bekerja, maksudnya adalah presentasi makan gaji butanya turun drastis. Kalau yang biasanya dari sehari 12 jam kerja bisa lebih dari 50 % untuk browsing, ditambah 25 % untuk chatting, estimasi tadi belum ditambah waktu untuk makan siang, sholat, ke toilet, dan bolak-balik ke pantry. Jadi bisa dibayangkan apa saja yang saya kerjakan di kantor. Ha ha ha ha ....

Maka sudah seminggu ini, persentasi untuk saya bisa browsing jadi menurun drastis. Waktu saya lebih banyak untuk melaksanakan tugas yang memang jadi tugas dan tanggung jawab saya. Sama persis seperti yang ada di SOP dan job desc yang saya terima. Alhasil milist dan blog jadi terbengkalai, dan lebih parahnya, saya jadi kehilangan banyak informasi yang biasanya selalu saya update hampir tiap jam ...

Buka milist, yang ternyata ada yang membahas masalah "ganyang malaysia", saya jadi tertarik untuk membahas masalah ini. And to the point !

Indonesia, mari kita definisikan terlebih dahulu. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di tenggara Asia. Jangan sampai tertukar dengan Philipina yang juga negara kepulauan, Indonesia adalah yang terdiri dari 5 pulau besar dan sangat mudah dikenali mengingat posisi nya tepat di atas [baca=utara] benua Australia. Negara ini merdeka dari hasil keringat dan pengorbanan darah para putra bangsanya. Dan jangan harap saya akan menjabarkan masalah kebudayaan dan keberagaman negeri ini, karena tak akan pernah ada habisnya membahas Indonesia.

Sedangkan Malaysia adalah negara tetangga Indonesia. Posisinya di peta dunia menguasai hampir keseluruhan semenanjung Malaka dan sebagian kecil Kalimantan Utara. Mendapat kemerdekaan sebagai hadiah dari Inggris dan sampai sekarang masih berstatus negara boneka [baca=negara persemakmuran] Inggris. Kebudayaan yang ada adalah budaya melayu [asli] sedangkan yang lain lebih diakibatkan karena hubungan dagang, seperti Tiong Hoa dan India. Dan semua kebudayaan yang ada di Malaysia bisa ditemui di Indonesia.

Hubungan luar negeri dua negara yang berbatasan langsung di Pulau Kalimantan ini beberapa kali sempat menegang. Dan kalau membaca sejarah, Bung Karno sempat melancarkan "Ganyang Malaysia" yang dialihkan oleh beberapa pihak sebagai statement Bung Karno demi mengalihkan perhatian dari kacau balaunya kondisi perekonomian saat itu. Status Sipadan dan Ligitan, Kepulauan Ambalat, Pembangunan Menara Kembar Petronas, penyiksaan TKI, kebakaran hutan, dan yang terakhir kasus pemukulan atau lebih tepatnya pengeroyokan WNI oleh Police diraja Malaysia.

Dan mari buka mata lebar-lebar dan lihat siapa yang benar dan siapa yang salah dalam beberapa kasus dibawah ini.

Pertama, Konfrontasi dengan Malaysia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Begini ceritanya ... Pada awal mula berdirinya Malaysia, Serawak dan Sabah (Kalimantan Utara) adalah bukan bagian dari Federasi Malaysia. Daerah Kalimantan Utara sebenarnya adalah bagian dari salah satu kerajaan di Philipina yang disewa oleh kerajaan Inggris pada saat masa penjajahan. Nah, saat kontrak sudah habis, Federasi Malaysia berkoar-koar agar Philipina tidak boleh mencaplok daerah yang masih sah sebagai daerah kekuasaannya.

Kelakuan Inggris lewat boneka-boneka politiknya di Kalimantan Utara memang mirip kelakuan Amerika terhadap Hamas saat ini, lewat pemilu yang demokratis Hamas menang tapi malah diisolir tidak dihadapi secara jantan. Begitu juga dengan Partai Rakyat Brunai yang dipimpin Kapten Azhari (Azhari ini pernah berjuang dalam revolusi kemerdekaan di Indonesia jadi dia tahu benar semangat kemerdekaan) . PRB menang 54 kursi dari 55 kursi Pemilu distrik di Kalimantan Utara pada Pemilu Agustus 1962. Tapi pemerintah Kuala Lumpur yang dihasut Inggris tidak mau mengakui dan mencap Azhari sebagai pemberontak juga antek-anteknya Sukarno. Padahal Azhari sama sekali nggak berhubungan dengan Indonesia, dia selalu kontak dengan Wapres Filipina Imannuel Palaez. Si Tunku Abdurahman itu malah nunjuk-nunjuk Indonesia sebagai biang keladi kasus Azhari, terang saja Indonesia nolak tuduhan Tunku karena merasa tidak tahu apa-apa. Ketua Umum PNI, Ali Sastro yang juga pernah jadi Perdana Menteri di era KTT Asia Afrika, Bandung 1955 angkat bicara bahwa Indonesia tidak tahu menahu tentang kasus di Kalimantan Utara tapi jikalau perjuangan itu merupakan perlawanan terhadap Imperialisme maka Indonesia akan mendukung. Tunku malah balik membentak pernyataan Ali Sastro "Jangan campuri urusan Kalimantan Utara!" *

Bung Karno yang sudah nggak nahan lihat kelakuan tengil negara kecil yang nggak berani perang buat kemerdekaannya sendiri menjawab ancaman Tunku di depan Konferensi Pers Wartawan Asia Afrika di Jakarta pada April 1963 : "Perjuangan rakyat Serawak, Brunai dan Sabah, adalah bagian dari perjuangan negara-negara `the new emerging forces' yang membenci penghisapan manusia oleh manusia". Pernyataan Bung Karno ini bikin gemeter orang-orang Malaya yang jadi boneka Inggris itu, maklum dengan Belanda yang senjatanya modern dan didukung Amerika Serikat saja berani ngelabrak ke Irian Barat, ini dengan negara kecil yang nggak pernah perang malah petentang petenteng. *

Dan konfrontasi ini berakhir dengan jatuhnya Kalimantan Utara ke tangan Malaysia secara Malaysia adalah boneka Inggris dan Philipina tak ada daya menghadapinya. Dan Jatuhnya rezim Soekarno yang dari beberapa kontroversi yang ada adalah ulah Neo Kolonialisme demi mencegah adanya kekuatan baru di Asia Tengagra.

Kedua, pembangunan menara kembar Petronas. Menara ini dibangun oleh banyak tenaga gelap dari Indonesia. TKI yang memang tidak mengantongi visa kerja tersebut memeras keringat demi berdirinya sebuah menara yang diagung-agungkan oleh masyarakat Malaysia tersebut. TKI tadi dibiarkan saja bekerja hingga menara kembar berdiri dengan sempurna. Namun ironisnya setelah menara kembar berdiri, tenaga-tenaga tadi langsung dikembalikan ke KBRI di Kuala Lumpur tanpa diberikan sesuatu hal yang layak kecuali tindakan yang tidak manusiawi dari kepolisian Malaysia.

Ketiga, kasus penyiksaan terhadap TKW di Malaysia. Indonesia adalah penyuplai tenaga kerja wanita berkwalitas ke Malaysia. Banyak orang-orang Malaysia yang memanfaatkan jasa dari Indonesia tersebut. Namun kebanyakan dari mereka mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari para majikan yang mempekerjakannya. Sudah tidak terhitung lagi banyaknya laporan pelanggaran HAM yang masuk di KBRI di KL, dan tak terhitung pula berapa banyak TKW yang pulang kembali ke Indonesia hanya membawa nama atau tubuh yang sudah tidak lengkap lagi akibat penyiksaan.

Keempat, kasus kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra. Tidak dapat dipungkiri Indonesia adalah penyuplai asap yang besar ke Malaysia dan Singapura. Tak terhitung berapa banyak pesawat yang tidak bisa mendarat di Changi, atau berapa banyak masker yang harus dibagikan oleh pemerintah kerajaan Malaysia kepada rakyatnya. Dan yang patut diacungi jempol adalah permintaan maaf dari Presiden SBY atas permasalahan tersebut. Bangsa Indonesia dengan besar hati mengakui kesalahan dan keterlambatannya dalam penanganan kasus kebakaran hutan ini.

Kelima, kasus Sipadan dan Ligitan. Dua pulau ini akhirnya lepas dari pangkuan Indonesia setelah Mahkamah Internasional meloloskan gugatan Malaysia atas kepemilikan dua pulau tersebut. Kepengecutan Malaysia terbukti lagi karena mendiamkan kasus ini pada rezin Soekarno maupun Soeharto. Malaysia beraninya cuma dengan wanita macam Megawati.

Keenam, kasus kepulauan Ambalat. Blok Ambalat adalah suatu tempat dimana minyak bumi masih terkandung di dalamnya ternyata juga menarik perhatian Malaysia. Bahkan saking tertariknya, kapal angkatan laut Malaysia sering berpatroli di sekitar Ambalat. Maksut loh ???

Ketujuh, ini merupakan puncak kekesalan masyarakat Indonesia atas semua perlakuan Malaysia selama ini. Kasus pengeroyokan ketua persatuan karate Indonesia oleh kepolisian diraja Malaysia tanpa sebab yang jelas. Parahnya, belum ada permohonan maaf secara resmi dari pemerintah Malaysia tentang masalah ini. Semakin tampak nyata kepengecutan negeri yang sering mendompleng keberagaman Indonesia untuk mendongkrak kepariwisataannya.

Namun, terlepas dari itu semua, negeri ini sudah mulai kehilangan kepercayaan diri. Apalah artinya putus hubungan dengan negara yang tidak memberikan kontribuisi apa-apa bagi pembangunan negeri ini jika dibandingkan dengan penderitaan yang mereka berikan kepada warga negara kita. Putuskan saja hubungan diplomatik, tarik semua TKW dan TKI yang ada di Malaysia, maka negeri itu akan kalang kabut dan baru menyadari betapa besar dan kuatnya negeri ini. Lha Siti Nurhaliza kalau digabung dengan Sheila Madjid masih kalah sama KD+Ute'+Titi DJ ....

*) dicuplik dari postingan yang ada di milist

No comments: