Sunday, May 18, 2008

masih ingat sama yang ini ???

Masih ingat sama tulisan saya yang ini, ini, ini, atau yang ini ? saya bikinnya sampe 4 seri, walaupun dengan tokoh yang berbeda. Dan beberapa saat yang lalu blogwalking ke salah satu tokoh dari keempat kisah diatas tepatnya yang ini, eh ternyata ada tulisan ini.

Saya belum mengupas secara tajam setajam silet [maksudnya mau pake kata-kata si Fenny Rose tiap kali opening silet, tapi nggak apal ...] siapa tokoh utama dibalik kisah itu, tapi yang jelas disana ada yang baru ajah resign.

Btw, sudah lama saya nggak nulis tulisan macam gitu. Bukannya nggak ada ide atau kisah di part 4 itu sudah jadi cerita pamungkas, tapi lebih pada kisah-kisah macam gitu sudah tidak lagi saya filmkan, maaf ... maksudnya saya tulis di blog. Atau kalo nggak saya nggak punya ikatan batin yang dalam [harusnya ikatan batin yang ERAT bukan DALAM] dengan tokoh utamanya.

Eh, tapi saya bener-bener pengen nulis tulisan macam tulisan yang saya maksud itu lho ... tapi masih belum ada pemerannya, entar siapa ya, yang lolos audisi memerankan peran utama cerita seri ke-5 ?

4 comments:

no_one said...

sudah kubaca "sebagian" isi blogmu, coba baca dari teman yang melihatmu dari kejauhan :

Berhentilah Jadi Gelas
Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika
wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.

"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang
indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu? "
sang Guru bertanya.

"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi
saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada
habis-habisnya, " jawab sang murid muda.

Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam
garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan
permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan
garam sebagaimana yang diminta.

"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air
itu," kata Sang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya
sedikit." Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis
karena meminum air asin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.

"Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah
yang masih meringis.

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang
meringis keasinan.

"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke
danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa,
dan tebarkan ke danau." Si murid menebarkan segenggam garam
yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya
belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya,
tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan
mursyid, begitu pikirnya.

"Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru
sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya,
tepat di pinggir danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau,
dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air
danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya,
Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap
bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini
berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya
mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti,
air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di
mulutnya.

"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"

"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan
meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum
memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau
sampai puas.

"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum.
"Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam.
Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya
masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang
kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk
dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak
berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke
dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia,
walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan
masalah."

Si murid terdiam, mendengarkan.

"Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu
sangat tergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang
menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita,
berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi
sebesar danau."

wahyukurnianto said...

@no_one
bisa deskripsikan dirimu lebih jelas ?

Anonymous said...

orang yang biasa,
nggak terlalu tinggi,
nggak terlalu gemuk,
nggak terlalu pintar
juga nggak terlalu bodo
nggak terlalu cakep
nggak terlalu smart

tiap orang ada kuncinya bila kita menemukan kunci itu, maka kita bisa sebahasa dengannya, bisa meng empower orang itu.
Tugas dari seorang teman adalah menemukan kunci temannya, agar temannya itu bisa lebih power full, lebih baik dari yang sekarang.

Ada cerita,
Seseorang perempuan hendak bunuh diri dengan cara menceburkan diri ke sungai ciliwung dari sebuah jembatan di kota.
Orang2x pada berdatangan.
Polisi datang dan berkata, nak jangan bunuh diri, itu bertentangan dengan hukum. Anak itu tak bergeming dari tempatnya.
Datang seorang rohaniawan berkata: nak bunuh diri itu dosa.Anak itupun nggak mau beranjak dari tempatnya.
Dan seterusnya dstnya.
Kemudian datang seorang anak perempuan yang sebaya denganya dan berkata "Ni, jangan lompat disitu jijik, banyak xxxxnya" (rupanya dia ini adalah temannya). Anak yang mau bunuh diri tadi langsung urungkan niatnya.
Rupanya temannya tadi mengatakan inti pemecahan masalah bunuh diri tadi, ia tahu bahwa temannya itu anak yang gampang jijik....
wasss

no_one said...

waktu adalah pisau bermata dua, aku coba cukupkan waktu bicaraku dengan yang seperlunya saja...(catatan di atas)